Senin, 02 September 2013

Nabi Tidak Membunuh Sesama Muslim

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya)...” [An Nisaa' 94] 

Nabi melarang kita membunuh sesama Muslim. Nabi tidak pernah membunuh orang yang mengaku Muslim meski tahu bahwa mereka itu adalah Munafik / Khawarij yang tidak beriman kepada Nabi. Nabi hanya membunuh Muslim yg membunuh orang2 yg tak bersalah. Itu pun selaku Kepala Negara dan dgn Lembaga Peradilan.

Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” Nabi Saw menjawab, “Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya.” (HR. Bukhari)

Larangan membunuh orang kafir yang telah mengucapkan: Laa ilaaha illallah

Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata:
Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139)

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan, ‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 – 68 – Sahih Muslim)

Dari Usamah bin Zaid ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.

Jadi jika Muslim saling bunuh, jelas dia tidak mengikuti sunnah Nabi.

Hadis riwayat Jarir ra., ia berkata:
Ketika haji wada, Nabi saw. bersabda kepadaku: Suruhlah orang-orang diam. Setelah orang-orang diam, beliau bersabda: Janganlah sesudah kutinggalkan, kalian kembali menjadi orang-orang kafir, di mana sebagian membunuh sebagian yang lain. (Shahih Muslim No.98)

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/

Terhadap Abdullah bin Ubay bin Salul, Nabi tidak memeranginya. Tidak juga membunuhnya. Bahkan Nabi mensholati jenazahnya meski dihalang-halangi oleh Umar bin Khoththob ra. Meski kemudian Allah menegur Nabi untuk tidak mensholati jenazah orang2 yang munafik:

Umar ibnul Khaththab r.a. berkata, “Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal, Rasulullah diminta datang untuk menshalati jenazahnya. Ketika Rasulullah berdiri untuk shalat, aku melompat kepada beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau shalat untuk anak si Ubay itu, padahal pada hari ini dan hari ini dia mengatakan begini dan begitu?’ Lalu aku sebutkan kepada beliau semua perkara nya itu. Rasulullah tersenyum dan bersabda, ‘Hai Umar, biarkanlah aku.’ Setelah berulang-ulang aku mengatakan, maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya aku boleh memilih, maka aku telah memilih. Sekiranya aku tahu, kalau aku mohonkan ampunan baginya lebih dari tujuh kali, niscaya dia akan diampuni, tentu aku akan menambahnya.’” Umar berkata, “Kemudian Rasulullah menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, lalu salam. Tetapi, tidak beberapa lama sesudah itu, turunlah ayat 84 surah at-Taubah (Bara’ah), ‘walaa tushalli ‘alaa ahadin minhum maata abadan walaa taqum ‘alaa qabrihi innahum kafaruu billaahi warasuulihi wamaatuu wahum faasiquun’ ‘janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.’ Umar berkata, “Maka, aku merasa heran sesudah turunnya ayat itu, mengapa aku begitu berani kepada Rasulullah pada hari itu. Allah lebih mengetahui.” [HR Bukhari]

Terhadap tokoh Munafiq terbesar yang sebetulnya tidak beriman kepada Allah, Al Qur’an, dan Nabi saja, Nabi tidak mau membunuhnya atau mengusirnya. Begitulah sikap Nabi. Begitu pula terhadap orang-orang Khawarij yang memfitnah Nabi sebagai tidak adil. Nabi tak mau membunuhnya. Nabi tidak mau kalau nanti orang2 kafir berkata bahwa Nabi membunuh sesama Muslim:


Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata: Seseorang datang kepada Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761)

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/



Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2013/06/25/sikap-nabi-terhadap-munafiq-khawarij-dan-orang-kafir/

1 komentar:

  1. Mudah - mudahan mereka bertaubat dan sadar dan kita diberi hidayah Allah agar selamat dunia dan akhirat, dalam beramal.

    BalasHapus