Nabi Muhammad SAW bersabda: ”An-Naas syurokaa fi tsalatsin, fil-maa wal-kalaa wan-naaro.” Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api. (HR Imam Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Pada kenyataannya, di Indonesia banyak petani yang hanya punya lahan kurang dari 0,5 hektar. Bahkan ada yang tanahnya dirampas oleh pengusaha besar atau yang lainnya. Tak heran jika di Sumatera Utara ada demo yang menyatakan bahwa “Tanah untuk Rakyat”.
Itu adalah permintaan yang wajar. Sebaiknya pemerintah bisa membagi tanah dengan adil, sehingga petani juga bisa punya tanah dan bertani untuk mencari makan.
Di situs Dephut disebut bahwa 69,4 juta hektar dikuasai oleh 652 pengusaha dan BUMN. Tiap pengusaha rata2 menguasai 100 ribu hektar lebih. Di sisi lain, banyak petani yang tidak punya tanah dan hanya bisa bekerja sebagai buruh tani. Padahal jika 69,4 juta hektar tanah itu dibagikan ke petani/pekebun satu hektar per orang, maka akan ada 69 juta keluarga yang bisa mencari makan dengan bertani/berkebun.
Jika ada keadilan dalam hal tanah, maka rakyat Indonesia akan makmur.
George Soros katanya perlu 200 ribu hektar tanah di Aceh. Terlihat karpet merah akan digelar. Padahal boleh dikata 80% tanah di Jawa dan Sumatera sudah pasti ada yang memiliki/memakai. Jika ini dipaksakan, akan ada tanah rakyat yang terampas. Dengan tanah seluas itu, akan ada 200 ribu keluarga yang bisa hidup dari bertani/berkebun.
Dari situ rakyat bisa mendapat total rp 2 trilyun dan pemerintah paling tidak dapat pajak (PBB, PPN, dsb) sekitar Rp 50 milyar.
Lebih baik 200 ribu petani/pekebun jadi majikan bagi dirinya sendiri ketimbang hanya 2.500 orang yang jadi kuli dengan upah minimum sementara yang lain menganggur.
Mana yang akan diberi tanah seluas 200 ribu hektar tersebut? Sseorang asing seperti George Soros, atau 200 ribu petani Indonesia?
Semoga tanah bisa dibagi dengan adil sehingga ada Tanah untuk Rakyat. Jika rakyat bisa bertani/berkebun untuk mencari nafkah, insya Allah Indonesia bisa swasembada pangan dan rakyat Indonesia bisa makmur.
Wassalam
Berbagai artikel tentang tanah:
WALHI - Kerusakan Lingkungan sebagai Dampak Kebijakan Pro Modal …
Dengan luasan konflik perampasan tanah rakyat sekurangnya sebesar 248.176 Ha, ….. Palembang, 5 Juni 2007 Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan …
www.walhi.or.id/kampanye/psda/070605_lingk_rsk_sumsel_kp
Serikat Tani Nasional: Sumatera Utara - Demo Tuntut Transparansi …
Mereka juga menuntut pengembalian tanah rakyat di Desa Meranti yang dirampas PT Sipef, … Draft 14 Mei 2007 Rancangan Peraturan Pemerintah T.. …
serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/07/sumatera-utara-demo-tuntut-transparansi.html
media sumatera: Pernyataan Sikap PRP
Pengambilalihan lahan atau pengusriran rakyat dari tanah milik sudah menjadi … Pada tanggal 1 Febuari 2007, PT Arara Abadi mengeluarkan surat dengan nomor …
media-sumatera.blogspot.com/2007/02/pernyataan-sikap-prp.html
http://www.dephut.go.id/informasi/umum/restrukturisasi.htm
Hutan produksi seluas 69,4 juta ha diusahakan melalui sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) oleh 652 pengusaha swasta maupun BUMN.
DTE 40/Feb 99: Perjuangan Merebut Tanah
Di Sulawesi Tengah, para petani yang terlibat dalam tiga kasus sengketa tanah yang berbeda, membentuk Solidaritas Rakyat Tertindas guna mengorganisir protes …
www.gn.apc.org/dte/40ila.htm
Semestinya negara mengelola tanah untuk dapat optimal menghasilkan. Hak perolehan tanah negara ini dalam Islam didapatkan dari: (1) menghidupkan tanah mati — sebagaimana individu, negara juga berhak menghidupkan tanah mati, dan menjadikannya sumber pemasukan bagi kas negara; (2) pemberian warga atau negara lain; (3) warisan (dari orang tanpa ahli waris, atau sisa harta waris yang tidak habis dibagi); (4) jual-beli; (5) sitaan pelaku pidana yang dihukum dengan itu Umar bin Khattab menyita tanah pertanian milik individu yang ditelantarkan selama 3 tahun (lahan tidur).
BalasHapusNegara semestinya mempermudah kepemilikan tanah-tanah mati kepada orang-orang sanggup mengelolanya, dengan demikian banyak orang yang memiliki kesempatan untuk mencari rezeki.
Sedangkan kebiasaan dalam sistem waris di masyarakat, pemerintah semestinya mengambil tindakan preventif agar tanah yang diwariskan tidak terbagi-bagi dalam jumlah yang lebih kecil. Akhirnya tanah tersebut tidak dapat dimanfaatkan dalam skala ekonomis.
Kebiasaan yang dimaksud adalah membagi tanah kepada seluruh Pewaris. Akhirnya tanah pertanian yang sebelumnya besar menjadi kecil-kecil. Kemudian tanah yang kecil tersebut diwariskan kembali dan dibagi kembali kepada Pewaris berikutnya. Akhirnya luas tanah kembali menjadi kecil. Begitu seterusnya.
Sudah selayaknya pemerintah mengeluarkan aturan. Jika kalau itu tanah pertanian atau produktif maka hak waris pewaris atas tanah diganti menjadi uang dan tanah tersebut diserahkan kepada salah satu pewaris. Sehingga luasan tanah tetap terjada dalam skala ekonomis.