Jumat, 29 Februari 2008

Pandangan Islam terhadap Harta, Kaya dan Kesederhanaan

Saya membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang “Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk kebaikan.



Meski demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas dan mengganjal di hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat rumah dan mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain yang diinginkannya (syukur-syukur kalau pagar rumah itu tidak dialiri listrik atau dipanggil satpam oleh yang punya) atau gaya hidup mewah seperti punya pesawat jet pribadi, naik pesawat first class, mobil mewah, dan makan makanan enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan penulis Barat seperti Robert Kiyosaki yang meski sempat saya baca cukup bagus, namun tidak semuanya bisa jadi pegangan karena akhirnya mengarah pada spekulasi saham dan MLM (Buku-buku seperti itu memang jadi pegangan aktivis MLM).



Beberapa panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang kaya yang bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan rupiah dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual media TV yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert Murdoch. Padahal ini tidak sesuai ajaran Islam:



Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)



Seorang ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan sibghatullah. Bukan justru diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran Islam.



Sebagai orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum terjaga dari dosa dan kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari salah dan lupa.



Dari berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga bersedekah.



Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”



Meski sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW malah bisa naik haji.



Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:



Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: "Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.



Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman saya sendiri. Sebagai Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya. Ternyata penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut pandangan ustad tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2, mobil dan motor dia tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop (paling tidak nilainya Rp 3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan makanan dan teh botol. Anggota-anggota lain yang punya mobil dan rumah bagus belum tentu bisa begitu. Ustad yang menerima laptop tersebut rumahnya dan sofanya jauh lebih bagus daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya bahkan tak punya sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.



Sebalik ketika saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah orang kaya di bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski lewat waktu makan malam cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan. Sampai di rumah sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil gemetaran...Padahal orang kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di Indonesia) rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.



Kalau disuruh memilih harus bertamu ke siapa, saya tidak akan ragu untuk memilih bertamu ke rumah teman saya yang biasa saja tapi gemar memberi ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya” minta ampun...



Dalam Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.



Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.



Meski sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang miskin.



”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” [Al Baqarah:43]



”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al Baqarah:83]



”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]



Ayat-ayat Al Qur’an di atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.



Hadits Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” adalah himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia daripada orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang miskin. Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan bersedekah.



Menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi dilaknat Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat besar, namun karena sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah SWT.



Saking kayanya Karun, kunci-kunci gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat macam Ade Rai...:



”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri" [Al Qashash:76]



Bukan hanya Karun orang kaya yang disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan oleh Allah SWT:



Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78



Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:



”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".


Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar".[Al Qashash:79-80]



Allah membenamkan Karun beserta hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:



”Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).


Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:


"Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)". [Al Qashash:81-82]



Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang lain:



”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]



Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:



”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]



Dalam hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga yang haram menjadi halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di dunia padahal mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam memilih jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.



Banyak pejabat yang tidak mau kerja kecuali jika diberi uang padahal sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia kerjakan. Sebagai contoh baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang milyaran rupiah kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR diberi uang padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU, mengapa harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi tujuan utama seorang Muslim.



Rasulullah SAW berkata: ”Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)



Dalam surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan menolong anak yatim dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta agama meski dia sholat:



”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?


Itulah orang yang menghardik anak yatim,


dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.


Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,


(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,


orang-orang yang berbuat ria.


dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al Maa’uun:1-7]


Ciri Golongan Kiri yang disiksa di neraka di antaranya Hidup Mewah:
"Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih,
dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
Dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?"
[Al Waaqi'ah 41-47]

Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak harta:



”Dan orang-orang yang di atas A'raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu."[Al A’raaf:48]



Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan:



”Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]



Orang yang hidup mewah secara berlebih sulit untuk bersedekah. Sebagai contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika dia hemat dia hanya memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9 milyar dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam tangan) saja sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk bermewah-mewahan sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan sedekah. Bahkan bisa jadi pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu hutang.



Mengenai pandangan hidup mewah untuk ”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi? Allah melarang kita menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya memerintahkan kita untuk bersedekah:



”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]



Nabi Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya meski kaya menolak hidup mewah. Pada zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta, beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra menangis terharu:



Kisah Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka? [Muslim]



Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.



‘Aisyah melaporkan: Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]



Inilah sunnah Nabi kita. Kaya, tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk kejayaan Islam. Bukan menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan seperti dalam surat At Takatsuur.



Para sahabat seperti Usman bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai tentara yang tidak mampu secara finansial. Bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan. Nah, semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.



Sempat para sahabat dalam 7 peperangan sampai makan belalang karena lapar. Pernah juga mereka makan seekor kambing yang dimakan beramai-ramai. Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat dalam berjihad justru luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu itu, Romawi dan Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru merekalah yang tunduk. Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan pribadi atau hidup mewah, tapi digunakan untuk melengkapi kendaraan, senjata, dan juga logistik untuk jihad.



Coba bayangkan pasukan mana yang akan menang? Jenderal yang memilih dana yang ada untuk membeli mobil mercy dan jaguar sementara panser amfibinya dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa tenggelam dilaut dengan sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang sederhana dan membeli mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?



Mana yang lebih baik? Jenderal yang memakai uang yang ada untuk beli pesawat pribadi yang mewah sementara anak buahnya naik pesawat tua Hercules yang umurnya hampir setengah abad sehingga belum kena peluru lawan sudah jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang sederhana dan naik pesawat terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya kemudian menggunakan sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?



Banyak orang-orang Arab yang kaya, tapi mereka tidak mampu mengalahkan Israel karena mereka lebih memilih menggunakan kekayaannya untuk hidup mewah. Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan lengkap guna berjihad di jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta orang tak mampu mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.



Satu penyebab mundurnya ummat Islam adalah Wahn: Cinta Dunia dan Takut Mati:



Tsaubah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami sedikit waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)



Di Indonesia banyak orang miskin dan senjatanya sedikit serta antik-antik. Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga. Para pejabat kita umumnya tidak mempergunakan uang yang ada untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika hartanya puluhan milyar rupiah dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Banyak yang menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan anaknya. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80 orang.



Tentu saja ini bukan berarti ummat Islam harus malas mencari rezeki dan hidup miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan contoh para sahabat, Nabi bisa kaya dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih memilih untuk bersedekah dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:



Istri Nabi, ’Aisyah berkata bahwa pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi sesuai ayat Al Qur’an di bawah:



Allah SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).



”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah:195]



Nabi memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju zirah dan pedang untuk berperang. Idealnya para Muslim memiliki hal itu. Nabi memilih yang terbaik manfaatnya, tapi bukan yang termewah/mahal. Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk stempel ketimbang cincin emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari baja yang kuat ketimbang emas 24 karat yang lunak.



Bukankah ketika kita mencari rezeki, akan terlihat perbedaannya antara orang yang niatnya hanya untuk kaya sehingga bisa punya rumah dan mobil mewah serta makan enak dengan orang yang ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah lillahi ta’ala?



Jadi luruskan niat kita lillahi ta’ala. Masih banyak orang miskin di sekitar kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena kemiskinan. Bantu mereka. Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita yang boros.



Dari Umar bin Khottob ra dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Bukhari-Muslim)



Jadi niatkan semua untuk Lillahi ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.



Saat ini bermunculan motivator Islam. Ini bagus. Tapi jangan sampai kita mengikuti motivator Barat sehingga akhirnya tenggelam pada materialisme/duniawi. Meski Islam MELARANG kita melupakan dunia, namun Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:



”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]



”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]



Allah mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan kekal dari dunia karena manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang lupa akan akhirat:



”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada dunia” [Adh Dhuhaa:4]


”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]



Di Indonesia banyak orang miskin. Menurut media VHR, 50.000 rakyat Indonesia bunuh diri karena kemiskinan dalam 3 tahun terakhir. Bahkan di media Surya Online diberitakan ada anak SD usia 11 tahun yang bunuh diri karena tidak kuat menahan lapar dan sakit maag yang diderita karena dia hanya sanggup makan sekali sehari. Tidak sepantasnya ummat Islam hidup bermewah-mewah sementara mayoritas rakyat hidup miskin karena ini tanda dari kurangnya iman:



”Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu.” (HR. Al Bazzaar)

18 komentar:

  1. Subhanallah, apakah tulisan ini terbaca oleh machluk Allah yang menyimpan harta bermilyar-milyard, sementara disekelilingnya masih ada muslim dan muslimah yang sulit mendapatkan sepiring nasi. Nauzubillah mindaligh

    BalasHapus
  2. trims...
    semoga dibaca orang banyak...

    BalasHapus
  3. alhamdulillah, terima kasih sahabat.

    BalasHapus
  4. Bekerjalah untuk duniamu seakan engkau hidup selamanya
    beramallah untuk akhiratmu seakan engkau akan mati esok

    BalasHapus
  5. Kekayaan semisal benih suatu tanaman. Ya cobalah benih itu kita tanam, sebagaian saja (diluar perhiyungan untuk zakat maal) berupa sadaqah, bukankah benih tadi akan memberi buahnya, untuk kita, berlipat ganda berupa keuntungan yang dijanjikan Allah mungkin di dunia dan yang terang nanti di alam akhirat.
    Rasanya merana bila kita keluar masjid dari shalat Jum'at di sambut oleh saudara-saudara kita dengan tangan tengadah?
    Bisakah sedekah untuk ini dikumpulkan di kotak sedekah, dan lalu diantarkan ke para pengharap sedekah? ........ya gagasan saja, sebab kotak yang ada sampai di toko-toko hanya untuk infak membangun masjid, mana yang membangun sesama manusia ?????

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah..
    Subhanaallah..
    postingan yang bagus sekali.. bermanfaat..
    Semoga umat islam yang sedang dilanda penyakit wahn..
    bisa tersadarkan... amien..
    Allahuakbar!!!!.........

    BalasHapus
  7. mudah2an para insan dapat mensyukuri nikmat yang telah allah berikan.............

    BalasHapus
  8. ada yang bilang orang kaya adalah orang terakhir amsuk surga. Dan sulaiman as adalah mausia yang paling akhir dihisab kekyayaannya. Tapi bagus juga, tetap masuk surga

    BalasHapus
  9. Sungguh Islam lebih mengajarkan kita untuk mengutamakan akhirat, namun Islam MELARANG kita melupakan dunia. ("Camkan") Usman bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai tentara yang tidak mampu secara finansial. Harta digunakan untuk melengkapi kendaraan, senjata, dan juga logistik untuk jihad. Untuk membeli mobil tank yang canggih, pesawat tempur yang canggih. (DARIMANA KITA MENDAPATKAN BIAYA UNTUK MEMPERKUAT ISLAM, MENDAPATKAN PERALATAN DAN PERSENJATAAN YANG CANGGIH, kalo ummat Islam itu miskin???)
    Tiadalah salah hamba-hamba yang ingin mencari kekayaan dan kejayaan didunia ini, jika itu juga digunakan untuk bersedekah dan / atau membelanjakan hartanya di jalan Allah.
    [Jangan membuat banyak orang menjadi pesimis untuk berusaha dan jaya..,] cukuplah hanya mengingatkan dan menegaskan bahwa dunia adalah untuk penyampaian kepada akhirat. "Bukanlah orang yang paling baik diantara kamu yang meninggalkan dunia karena akhiratnya, sebab dunia itu penyampaian kepada akhirat"
    salam!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  10. pak maaf saya mau tanya ...saya pernah memarahi anak yatim apakah itu ber dosa meski untuk kebaikan nya ????mohon jawaban nya .....tq

    BalasHapus
  11. Kalau memarahi anak yatim demi kebaikannya misalnya karena nakal kemudian kita marahi dan kita beri petunjuk hal yang benar sebagaimana kita lakukan jika anak kandung kita berbuat serupa, insya Allah tidak berdosa.

    Tapi jika terhadap anak kandung kita tidak tega memarahi untuk kesalahan yang serupa, maka itu berdosa karena kita sudah tidak adil.

    BalasHapus
  12. Sesungguhnya tulisan di atas cukup jelas:
    Islam MELARANG kita melupakan dunia, namun Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:

    ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]

    ”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]

    Allah mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan kekal dari dunia karena manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang lupa akan akhirat:

    ”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada dunia” [Adh Dhuhaa:4]

    Ada pun tulisan ini dibuat mengingat 90% orang yang mencari harta dunia justru prakteknya (seperti kebanyakan jutawan Arab) untuk bermewah2 seperti Qarun. Jarang sekali yang mau menginfakkan 1/3 hartanya seperti Usman apalagi sampai seluruh hartanya seperti Abu Bakar untuk kejayaan Islam (jihad dan dakwah). Umumnya mereka lebih memilih beli rumah dan mobil mewah ketimbang sedekah untuk jihad dan dakwah.

    BalasHapus
  13. Subhanallah....sekarang saya mengerti maksud suami saya dan kemana beliau akan membawa bahtera keluarga kami..alhamdullilah ya allah...terimakasih karena sudah membuka hatiku semoga Allah selalu melindungi...salam

    BalasHapus
  14. Bagaimana jikalau kekayaan MEMBAWA BANYAK MANFAAT KEPADA ORANG LAIN..?misal jika saya punya uang 2 M, saya buat Rumah makan di pinggir jalan Plus tempat istirahat Plus Masjid ,
    yg bekerja dirumah makan Bpk2 ibu2 saudara seagama kita yg membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya,membiayai sekolah anak anaknya,membelikan sarung ,rukuh anak anaknya...
    tempat istirahat dan MASJID sangat bermanfaat bagi yg sedang melakukan perjalanan,untuk beribadah dan beristirahat..

    SAYA LEBIH SUKA DAN LEBIH TENANG MEMPUNYAI BOS ORANG ISLAM.jadi orang islam ya harus ada yg jadi Bos !!(tentunya bos yg baik )
    "Sebaik baik Manusia adalah yg paling Bermanfaat bagi orang lain "

    BalasHapus
  15. Dalam Islam yang dianjurkan adalah jadi orang yang bermanfaat, memberi, bersedekah, dsb. Itu beda dengan menjadi kaya.
    Jadi orang yang gemar memberi/bersedekah insya Allah 90% kaya (sebab ada juga orang miskin gemar bersedekah).
    Tapi 90% orang kaya, belum tentu gemar memberi/bersedekah. Contohnya Karun yang diceritakan dalam Al Qur'an.

    Betapa banyak orang yang kaya Muslim, tapi dia memerah bawahannya, pelit, medit, dan kikir. Misalnya dia pendapatannya bisa Rp 50 juta lebih/bulan. Tapi dia menggaji karyawannya bisa cuma Rp 600 ribu/bulan meski UMR sudah Rp 1 juta/bulan.

    Mengapa di Indonesia banyak orang2 Islam yang jadi koruptor atau kalau jadi pengusaha masih memeras bawahannya? Karena mereka cuma ingin jadi KAYA. Bukan ingin bersedekah/beramal. Akibatnya segala cara yang haram pun dijalankan.

    Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:

    ”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.

    Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar”.[Al Qashash:79-80]
    ”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]

    Kita harus menghindari penyakit Hubbud Dunya (Cinta Dunia) dan Takut Mati yang merupakan penyebab kemunduran ummat Islam.

    “Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)

    Bisakah anda membedakan antara orang yang berkata
    A: "Aku ingin kaya"
    B: "Aku ingin banyak bersedekah dan berjihad dengan hartaku dan jiwaku"
    ?

    BalasHapus
  16. assalamu'alaykum.

    Semoga Allah SWT memberkahi sang penulis artikel dan senantiasa menunjuki ke jalan yang di-ridhoiNya.

    Saya agak setuju dengan pernyataan "saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi", bahkan anjuran itu memiliki konsekwensi bila tidak dijalankan dan memiliki ganjaran baik bila dituruti. Kemudian, agak kurang setuju statement "Bukan untuk menjadi kaya". Karena, apakah ada kekuasaan dan kemampuan manusia ini untuk menjadikan dirinya kaya? Menurut saya lebih tepat "Bukan untuk berusaha menjadi kaya".

    Sedikit ulasan yang mendasari pendapat awal saya (yang sedang saya verifikasi terus menerus):

    0.tujuan penciptaan manusia (dan jin) adalah pengabdian/beribadah kepada Allah SWT.
    1. Harta (dan anak) adalah ujian/fitnah. [Biarpun secara empirik kondisi miskin itu memang sumpek].
    2. Keutamaan dan kemulian ummat Islam tidak ada korelasinya dengan kondisi finansial ummatnya (misalnya untuk beli senjata). Yang ada adalah iman dan taqwa sebagai "alasan" bagi Allah SWT utk memuliakan ummat ini. Yang ditakdirkan kaya akan kaya, yang ditakdirkan miskin akan miskin. Yang penting ImTaq. Prosesnya agak otomatis dan sebab-akibat, koq. [emang ada perintah Allah SWT kepada orang Islam untuk jadi kaya? yang saya tau, taqwa, tawakkal, sabar, ...] - Jadi jangan melakukan pembenaran-lah. Mau kaya ya silahkan. Biar yang nanti pada kaya ngerasain sendiri, emang gampang ujian kaya!
    3. dalam ukuran harta, manusia semuanya tidak akan lebih kaya atau miskin dari apa yang telah dituliskan oleh malaikat sebagai bagian dari rizqi, ketika kandungan berusia 100(?)-hari. Mau jungkir-balik mencari harta kalau sudah ditetapkan sedemikian ya hanya dapat sedemikian. Di sisi yang lain, mau santai seperti apa kalau sudah ditetapkan mendapat sedemikian akan mendapatkan sedemikian. (jangan keburu diartikan keliru...saya tidak memberikan angka nominal pada istilah "sedemikian"). Jadi, fokus saja pada akhirat (cek surat Huud 15-16 dan tafsir Ibn Katsir utk ayat ini). Dan dalam hal mencari harta, hanyalah karena diperintahkan untuk berusaha (ikhtiar) mencari nafkah untuk menempuh kehidupan dalam menunggu mati -sebagai bentuk pengabdian. Dan kemudian bertawakkal, memohon kepada Allah SWT kelapangan dan keberkahan atas ikhtiar kita. Karena barang siapa bertawakkal, Allah SWT akan mencukupi kebutuhannya. [dan kita tidak akan pernah tahu seberapa Allah SWT akan mencurahkan rizqi kepada kita dalam berbagai bentuk termasuk harta - iya kalau pas-pas aja, kalau sampe luber-luber?] Allah Ghaniyun Hamiid!.
    4. Perandaian ("lau...") akan membuka pintu syaitan, seperti dalam konteks "Seandainya saya kaya, saya akan [amal-amal baik, lah]....". Jangan berandai-andai, lah.
    5. Kalau ditetapkan kaya, ya bersyukur (wujudnya "memberi" atau sedekah - asal ingat bahwa sedekah itu ada yang wajib dan yang tidak wajib tapi utama /sunah). Kalau ditetapkan miskin, ya bersabar. Dua kondisi ini menuntut pemahaman komprehensif tentang makna syukur dan sabar.
    6. Akhirnya, sekali lagi saya berpendapat bahwa orang Islam Tidak Perlu Berusaha menjadi kaya.

    Mohon maaf kalau kurang berkenan dan atas kekeliruan saya.

    Allahu'alam.

    BalasHapus
  17. benarkah kaya itu tidak bisa di kejar melainkan hanya anugrah dari tuhan yang didapatdari penilaian allah kepada kita, pantaskah kita kaya, jadi segala rumus untuk mendatangkan uang tidak berlaku jika kaya hanay rahmat dari tuhan, karena dia maha berkehendak,, tolong berikan pencerahan pak Ustadz

    BalasHapus
  18. Manusia wajib berikhtiar. Setelah itu berdoa kepada Allah dan tawakkal kepada Allah. Mensyukuri hasilnya meski mungkin tidak berhasil. Terus berusaha.
    Banyak orang yg berusaha keras, namun tetap saja miskin jika Allah menentukan lain.
    Ada juga orang yang usahanya biasa2 saja, namun justru dapat rezeki berlimpah. Ada yang sekedar dapat harta warisan, dsb.
    Allah yang menentukan hasil akhirnya. Karena itu setelah berusaha, berdoalah kepada Allah dan senantiasa bersyukur.

    BalasHapus