Sabtu, 19 Oktober 2013

Amar Ma’ruf Nahi Munkar - Memerintahkan Kebaikan dan MencegahKemungkaran

Islam bukanlah agama individual/nafsi-nafsi yang hanya mementingkan diri sendiri. Namun juga merupakan agama sosial di mana setiap anggota masyarakat harus melakukan kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar terhadap sesama. Menyuruh mengerjakan kebaikan dan Mencegah perbuatan mungkar.

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,  kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati dengan kebenaran dan nasihat menasihati dengan kesabaran.” [Al ‘Ashr 2-3]

Dari surat Al ‘Ashr di atas jelas. Selain beriman dan mengerjakan perbuatan baik, kita juga harus nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran. Artinya kita tidak bisa diam saja melihat kemungkaran, namun dengan sabar terus menasehati agar orang-orang lain juga ikut berbuat baik dan benar dan menghentikan perbuatan mungkar.

Allah menyebut orang yang shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagai penolong agamaNya

“Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” [Al Hajj 41]

Luqman juga menyuruh anaknya untuk menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar dan bersabar terhadap resiko yang mungkin dihadapi karena itu.

Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Luqman 17]

Jika kita tidak mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah akan menyiksa kita dengan pemimpin yang zhalim dan menindas kita dan tidak mengabulkan segala doa kita:

Hendaklah kamu beramar ma'ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a dan tidak dikabulkan (do'a mereka). (HR. Abu Zar)

Allah mengutuk para pendeta Yahudi dan Nasrani karena mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar dan menyiksa mereka dengan bencana dan malapetaka.

Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para robi Yahudi dan rahib Nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, dilaknat oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. (HR. Ath-Thabrani)

Kita wajib melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta saling nasehat-menasehati. Tidak ada yang maksum selain Nabi. Oleh karena itu, manusia biasa, ustadz, ulama, atau murobbi dan sebagainya, jika keliru, kita wajib mengkoreksinya. Jika tidak, maka nasib kita seperti para Rabi Yahudi dan Rahib Nasrani yang dilaknat Allah. Jika kemaksiatan dan kemungkaran merajalela, maka Allah menurunkan siksa yang tidak hanya menimpa orang yang zalim saja.

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” [Al Anfaal 25]

Bahkan pada shalat pun meski kita telah memilih Imam (pemimpin) yang paling alim dan paling saleh misalnya seperti Nabi Muhammad, tetap saja kita berkewajiban mengingatkan Imam jika mereka salah atau lupa dalam shalat. Apalagi jika manusia itu di bawah level Nabi seperti wali, ulama, murobi, dan sebagainya. Ini Nabi sendiri yang memerintahkan.

Bahkan Nabi menyatakan bahwa jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di depan penguasa yang zalim dan kejam meski dia menanggung resiko hukuman yang amat berat.

Jihad paling afdhol ialah menyampaikan perkataan yang adil di hadapan penguasa yang zalim dan kejam. (HR. Aththusi dan Ashhabussunan)

Nabi menyatakan bahwa jika kita melihat kemungkaran, hendaknya kita merubah dengan tangan kita. Jika tidak mampu dengan lisan (ucapan) atau pun tulisan kita. Jika tidak mampu juga dengan hati (diam dan membenci dalam hati). Namun itu adalah selemah-lemahnya iman. Dengan hati ini artinya membenci dalam hati. Jika mampu dia akan merubahnya dengan lisan atau pun tangan.

“Barangsiapa melihat suatu kemungkaran hendalah ia merobah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya (ucapan), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah. (HR. Muslim)

Sayang saat ini sebagian ummat Islam untuk diam saja tidak mampu. Melainkan turut serta mendukung kemungkaran baik dengan lisan/tulisan mau pun tangan. Sebagai contoh meski Neoliberalisme yang diusung kaum kapitalis Yahudi dan Nasrani bertentangan dengan Islam,  sebagian ummat Islam justru mendukungnya karena kebodohannya. Begitu juga aliran sesat banyak yang berkembang dan didukung keberadaannya oleh sebagian Muslim. Ashobiyyah/fanatisme golongan/nasionalisme kebablasan ala NAZI yang memecah-belah ummat Islam di seluruh dunia hingga saling bunuh satu sama lain juga harus dicegah sekuat kita.

Seandainya seseorang dapat hidayah melalui kita, maka itu sangat baik bagi kita.

“Apabila Allah memberi hidayah kepada seseorang melalui upayamu, itu lebih baik bagimu daripada apa yang dijangkau matahari sejak terbit sampai terbenam.(HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi berkata bahwa bukanlah dari golongan Nabi orang yang tidak mau beramar ma’ruf nahi munkar.

Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma'ruf dan nahi mungkar. (HR. Tirmidzi)

Tentu saja dalam beramar ma’ruf nahi mungkar kita harus melakukannya dengan cara sebaik-baiknya sehingga tidak menyebabkan orang banyak menjauh.

Permudahlah (segala urusan), jangan dipersulit dan ajaklah dengan baik, jangan menyebabkan orang menjauh. (HR. Bukhari)

Allah mengajarkan kita untuk berdebat dengan cara yang paling baik.

Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka..” [Al ‘Ankabuut 46]

“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...” [An Nahl 125]

Bahkan jika perlu, karena menolaknya dengan cara yang sangat baik, akhirnya orang yang kita cegah itu berubah jadi teman yang setia.

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” [Fushshilat 34-35]

Tentu saja jika kita diserang, kita wajib membela diri. Namun dengan cara-cara yang baik sehingga orang banyak yang simpati. Bukan dengan cara yang menimbulkan kebencian orang banyak. Nabi Muhammad SAW sudah membuktikannya sehingga orang yang dulu jadi musuhnya seperti Umar ra, Khalid bin Walid, Wahsyi, Abu Sofyan, dan sebagainya berubah menjadi sahabatnya.

Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar kecuali memiliki tiga sifat, yakni lemah-lembut dalam menyuruh dan dalam melarang (mencegah), mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus dilarang. (HR. Ad-Dailami)

Tapi untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kita harus melaksanakannya dulu. Ibda bi nafsik! Mulailah dari diri kita sendiri, kemudian baru menyuruh orang lain. Jika tidak, resikonya adalah dilempar ke neraka.

Allah ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” [QS. Ash-Shaff : 2].


أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ


“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS. Al-Baqarah : 44].

Dari Abu Zaid yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah ra, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka, lalu keluarlah isi perutnya -usus-ususnya-, terus berputarlah orang tadi pada isi perutnya sebagaimana seekor keledai mengelilingi gilingan. Para ahli neraka berkumpul di sekelilingnya lalu bertanya: "Mengapa engkau ini hai Fulan? Bukankah engkau dahulu suka memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?" Orang tersebut menjawab: "Benar, saya dahulu memerintahkan kepada kebaikan, tetapi saya sendiri tidak melakukannya, dan saya melarang dari kemungkaran, tetapi saya sendiri mengerjakannya." (Muttafaq 'alaih)

Dalam memberi nasehat juga harus ada hari liburnya agar mereka tidak jenuh/bosan.

Nabi meniadakan pemberian pelajaran untuk beberapa hari karena khawatir kejenuhan kami. (HR. Ahmad)

Allah baru menyiksa manusia jika mereka sudah tidak mau mencegah kemungkaran yang ada di hadapannya.

Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla tidak menyiksa orang awam karena perbuatan dosa orang-orang yang khusus sehingga mereka melihat mungkar di hadapan mereka dan mereka mampu mencegahnya, tetapi mereka tidak mencegahnya. Kalau mereka berbuat demikian maka Allah menyiksa yang khusus dan yang awam seluruhnya. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang paling banyak menasehati sesama (tentunya sesudah dia sendiri mengamalkannya).

Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat kepada manusia (makhluk Allah). (HR. Ath-Thahawi)

Perintah Allah jelas: Menyuruh orang berbuat baik dan mencegah perbuatan yang mungkar.

Pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: "Kamu kini jelas atas petunjuk dari Robbmu, menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih kesitu dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma'ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al Qur'an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

Namun tidak jarang orang karena kemewahan hidup dan cinta dunia akhirnya tidak mau lagi beramar ma’ruf nahi munkar. Bahkan karena mendapat uang atau jabatan, tidak segan-segan mereka justru mendukung kemungkaran dan mencegah perbuatan baik.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar...” [An Nuur 21]

Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.

Sumber:

1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Al Qur’an Digitan dan Hadits Web yang bisa didownload di www.media-islam.or.id

2 komentar:

  1. Assalammu 'alaikum Wr. Wb

    Dengan hormat,
    Saya (Pemohon) memiliki kasus Perceraian dengan No Perkara saat ini : 0429 / Pdt.G / 2009 / PA.Ska
    di PA Surakarta.

    Kesulitan terjadi karena pihak Termohon menolak gugatan, sedangkan pihak keluarga kami sudah mengetujui,
    dan saya telah mengucapkan talak dengan sadar sebanyak 3X, menurut Syar'i Hukumnya Syah dan Termohon
    telah Haram bagi saya.

    Dan bila kasus selesai, saya berinisiatif membentuk hubungan silahturahmi yang baik, tetapi pihak Termohon
    lebih suka membentuk hubungan permusuhan untuk menang atau kalah. Termohon pernah Murtad dan berhati
    keras ( tidak pernah Tagwa dan Tawakal ).

    Saya mengajukan gugatan agar jangan sampai terjadi Bahaya Terselubung Surat Nikah dan harus menjalankan
    Amar Ma'ruf nahi Munkar, dengan ini saya ingin menanyakan :

    1. Pengadilan Agama sebenarnya bersumber pada Al-qur'an atau Undang-undang ? Mana yang lebih Utama ?
    Kenyataannya banyak yang dipelintir.
    2. Termohon lebih berada dan menggunakan jasa pengacara, Apakah Keadilan / kehalalan hanya dapat diperoleh bagi
    orang-orang kaya ?
    Hingga saat ini untuk pembuktian dan kesaksian saja, saya sudah disendat-sendat
    dg berbagai cara misal suka absen..dll.
    3. Informasi terakhir Termohon bersedia menyelesaikan masalah jika saya sanggup membayar
    sejumlah tebusan, Apakah Hukum Islam menghalalkan Uang sebagai dewa atau segala-galanya ?
    4. Bila kasus ini tidak selesai-selesai, bagaimana dgn masa depan saya untuk melanjutkan
    pernikahan dgn Pihak lain jika Allah SWT menghendaki dan menghalalkan..?

    Dengan ini saya mohon bantuan atas permasalahan Saya untuk dapat menjalankan ajaran Agama dengan baik dan benar, sesuai
    dengan hak dan kewajiban sebagai umat Muslim.
    Apa yang harus saya lakukan jika kenyataannya untuk menjalankan Syariah Islam saja susah dan banyak dijegal.

    Atas segala bantuannya saya ucapkan Terima Kasih.

    Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

    BalasHapus
  2. minta izin copy ya Pak Ustadz. Wasalammualaikum WrWb

    BalasHapus